FELDA akan akuisisi 37% saham BWPT dari Rajawali Grup

Banner Image

Britama.com – Rajawali Grup telah merampungkan perjanjian jual beli (Sale and Purchase Agreement/SPA) dengan Federal Land Development Authority (FELDA) Malaysia melalui anak usahanya, FIC Properties Sdn Bhd (FICP) terkait penjualan saham PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT). Atas kesepakatan tersebut, FICP menguasai 37% kepemilikan saham di salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia tersebut.

Dalam keterbukaan informasi, disebutkan total nilai penjualan saham perusahaan itu mencapai USD505,4 juta atau sekitar Rp6,5 triliun. Rincian lebih lanjut mengenai proses akuisisi ini belum dapat disampaikan saat ini, karena perjanjian jual beli saham emiten berkode BWPT itu harus terlebih dulu mendapatkan persetujuan dari otoritas terkait di Malaysia dan Indonesia.

Temukan Pilihan Terbaikmu!

Dengan disepakatinya perjanjian ini, maka hubungan bilateral antara kedua negara dapat lebih kuat lagi dan memberikan peningkatan kemitraan yang solid antara Indonesia dan Malaysia dalam mengupayakan agenda yang besar di industri minyak sawit global, melalui Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC).

Asal tahu saja, transaksi ini ditargetkan selesai pada Agustus tahun lalu, tetapi kemudian diperpanjang sampai akhir November tahun lalu. Tak hanya itu, rencana akuisisi ini sempat dikabarkan batal dilakukan pada pertengahan tahun lalu.

Saat ini mayoritas kepemilikan saham Eagle High masih digenggam oleh Rajawali Group. Namun, kepemilikannya tersebar melalui beberapa perusahaan seperti PT Rajawali Capital International sebesar 34,89%, PT Rajawali Capital 30,64%, Pegasus CP One 1,29%, Matacuna Group Ltd 1,77%, dan PT BW Investindo 4,98%. Sementara, sisanya dimiliki oleh publik.

Selanjutnya berbicara kinerja keuangan, BWPT sejak awal tahun hingga September 2016 masih membukukan rugi bersih lompat hampir empat kali lipat menjadi Rp 300,54 miliar dari sebelumnya Rp 82,19 miliar. Ini disebabkan karenatop lineemiten perkebunanini yang tertekan. Pendapatannya turun 22% year on year(yoy) menjadi Rp 1,59 triliun.

Perseroan juga mencatatkan beban pokok tercatat Rp 1,35 triliun. Sebenarnya, angka ini turun 11% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 1,52 triliun. Namun, penurunan beban pokok ini tak mampu mengkompensasi penurunan pada pendapatan. Ini terlihat dari porsi beban pokok terhadap pendapatan BWPT yang justru meningkat jadi 85% per September 2016 dari sebelumnya 74% pada sembilan bulan pertama tahun lalu. Dan hasilnya laba kotor BWPT anjlok 56% menjadi Rp 240,02 miliar.

Banner Image